Entah kenapa, saya yang masih
berstatus lajang dan belum menikah namun telah memiliki seorang pujaan hati
yang telah kulalui bersamanya selama dua tahun ini begitu terneyuh membaca
sebuah kisah yang ditulis Asma Nadia dalam CHSI-nya ini. Mungkin, perasaan ini
muncul karena murni, kami sama-sama perempuan. Pun, saya belum menikah, toh
kelak saya akan menjadi seorang istri. Insya Allah.
Mungkin, diantara teman-teman,
sudah ada yang pernah membaca novel CHSI ini. Coba baca kembali jika sudah lupa
tulisan Asma yang berjudul “Perempuan Misterius”. Entah, ini kisah pribadi sang
penulis atau bukan. Jika belum pernah membacanya, entah kalian perempuan atau
laki-laki yang membaca, saya menyarankan, bacalah !
Tulisan Asma tersebut bercerita
tentang kehidupan rumah tangga seorang wanita yang sudah dibinanya bersama sang
suami selama lima belas tahun. Sang suami di mata sang istri adalah seorang laki-laki
bertanggung jawab, shaleh, dan sempurna. Lima belas tahun, tak sedetikpun sang
istri merasa cemburu dan curiga terhadap sang suami. Tapi, semuanya berubah
ketika suatu hari sang istri menemukan deretan SMS dari nama kontak yang aneh
di kotak pesan masuk handphone sang suami. Padahal, sebelumnya, sang istri
tidak pernah tergerak hatinya untuk sekadar masuk pada menu SMS di handphone
sang suami tersebut. Ya, tak dipungkiri, atas kehendak Allah, tergeraklah jari
sang istri untuk mengeceknya. Sang istri membaca satu persatu pesan tersebut.
Hatinya terkoyak begitu mendapat pesan bernada mesra. Sang istri saat itu,
lantas tidak langsung diliputi perasaan curiga yang menutupi hati dan
logikanya. Ia pun lalu menelusuri kotak pesan terkirim sang suami. Dengan hati
yang semakin terkoyak, kini sang istri harus mendapati kenyataan pahit bahwa
deretan pesan singkat mesra di kotak masuk dibalas mesra pula oleh sang suami. Atas
pengakuannya sendiri, sang suami mengaku telah menjalin hubungan dengan
perempuan misterius selama tiga tahun. Tak terbayang di pikiran sang istri, apa
yang telah terjadi di antara sang suami dan perempuan misterius itu selama tiga
tahun.
Tulisan Asma Nadia ini
betul-betul berhasil membuat saya terenyuh. Membayangkan saya berada di posisi
sang istri. Naudzubillah minzaliik.
Memang betul, bahwa yang
terpenting dalam sebuah hubungan ialah komunikasi dan kepercayaan. Masing-masing
pihak wajib memiliki andil dalam membangun keduanya dengan takaran yang setara.
Tidak boleh ada yang lebih dan tidak boleh ada yang kurang. Dari kisah
tersebut, saya berpikir, kepercayaan apa lagi yang tersisa pada sang istri
setelah kejadian tersebut. Sia-sia adalah satu kata penutup, dan memaafkan mungkin
jadi pengobatnya.
Terlalu banyak laki-laki diluar
sana yang sepertinya belum memahami arti kepercayaan. Begitu dangkalnya kah
mereka berpikir, hingga tak mampu menelaah apa akibat jika rasa “jatuh cinta
lagi pada wanita lain” nya mereka lanjutkan ?
Pertanyaan saya diatas mungkin
tidak berlaku jika kepercayaan dapat dibeli. Meskipun demikian, seandainya
kepercayaan dapat ditukar dengan Rupiah, saya berani bertaruh, tidak ada
seorang pun yang mampu membelinya ataupun sekadar untuk memperbaikinya.
Teruntuk seorang pria diluar sana…
Disini, ada kepercayaan yang telah kau rusak, namun telah kuperbaiki sendiri
dengan memberimu maaf. Masihkah ada niat terbersit di benakmu untuk mengikis
sisa kepercayaan ini ? Harus berapa kali lagi saya menerima ujian-ujian hati
darimu disaat –saat seperti ini ? Saat dimana jiwa dan ragaku telah kuniatkan
hanya untukmu kelak ketika kita telah halal. Apakah niat kita sama ? Apakah
janjimu masih utuh ? Apakah kau serius dengan semua ini ? Seringkali, deretan
pertanyaan ini kusampaikan padamu. Memang, jawabanmu selalu sama. Tapi, sayangnya
hatiku tak pernah mampu meraba keseriusan yang kau bilang itu. Beruntung,
karena sisa kepercayaan inilah yang mengantarkanku kesini, di dua tahun kita.
Tunjukkan, jika kau mau melihat bagaimana sebenarnya cara saya mencintaimu.
Kenapa ? Terkesan egoiskah kalimat saya barusan ? Toh, saya hanya bersikap
layaknya perempuan lain diluar sana yang diminta dan bukan meminta, perempuan
yang menunggu dan bukan yang mendahului.
Untuk menghindari kemunafikan, untuk pria lain diluar sana yang “mungkin”
akan betul-betul menjadi jodohku… Disini, ada kepercayaan yang masih utuh jika
kau mau meraih kemudian menjaganya.
Selamat malam.