Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Membaca dan Terima Kasih atas Kunjungannya

Minggu, 06 Juli 2014

Owner is Come Back… Yiiiihhhaaaa !!!!!

Sambil bersih-bersih blog yg agak atau bahkan sudah sangat berdebu ini, saya mau sedikit cerita tentang kenapa sampai akhirnya blog ini disentuh lagi sama empunya. :D

Sebenarnya, ini bukan kali pertama saya mau menulis kembali. Tapi, setiap niat itu bersarang di dada bahkan ubun-ubun sudah terisi penuh, saat itu pula panggilan untuk menyelesaikan tugas akhir alias skripsi lebih menggoda hasrat untuk diselesaikan. Nah, baru setelah skripsi selesai disidangkan pada ujian munaqasyah pekan lalu barulah blog ini tersentuh lagi. Dengan ini, saya juga mau
menyampaikan ucapan maaf pada blogku ini, “maaf, kamu jadi korban jablay akhir-akhir ini”. :D

O iya…blognya sudah bersih kan ?

Nah..kalo gitu, saya langsung saja. Kali ini saya mau berbagi cerita kepada teman-teman tentang salah satu berkah ramadhan yang saya dapatkan di tahun ini. Intinya, tidak jauh dari apa yang telah saya utarakan sebelumnya. Kalo ada yg menjawab “skripsi”, betul !

Tepatnya pekan lalu, Rabu (2/7/2014). Akhirnya, gelar kesarjanaan stratpecaku bisa disandang juga dibelakang nama. Setelah berjuang selama kurang lebih 3 tahun 10 bulan, menempuh pendidikan di bangku kuliah, akhirnya perjuangan dan pengorbanan terbayarkan sudah. Kata “terbayarkan” bukan berarti puas atas apa yang telah dicapai. Namun, “terbayarkan” dalam hal ini lebih mengarah kepada rasa syukur atas kelancaran dari Yang Maha Kuasa atas jalan yang telah ditempuh.

Rasanya seperti mimpi saja saya bisa berada di titik ini. Setiap merasa demikian, atau setiap ada orang di sekeliling yang memberi selamat, tiba-tiba waktu bergerak mundur mengajakku flashback ke masa-masa ketika status mahasiswi kuperebutkan bersama ratusan ribu calon mahasiswa lain. Tepatnya, empat tahun lalu. Suka duka saat mengikuti tes untuk masuk perguruan tinggi negeri tergambar jelas (kembali) di pelupuk mata. Keraguan atas jurusan yang dipilih pun masih teringat jelas. Belum lagi, ketika memasuki semester keempat, niat untuk meninggalkan kampus dan beralih ke kampus berstatus ikatan dinas menjadi pilihan yang tepat bagi saya waktu itu. Niat dan usahaku waktu itu betul-betul bulat, kulupakan semua perjuanganku untuk masuk perguruan tinggi negeri. Demi masuk sekolah tinggi ikatan dinas, saya rela meninggalkan pelajaran-pelajaran yang menjadi kewajibanku di kampus waktu itu. Meskipun, tugas-tugas tetap kukerjakan namun siang dan malam waktuku lebih banyak kuhabiskan untuk menguasai berbagai soal dalam menghadapi ujian tes masuk sekolah tinggi ikatan dinas tersebut. Sampai akhirnya saya jatuh sakit dan diharuskan op name oleh dokter. UTS di kampus pun harus saya tinggalkan dalam masa penyembuhan itu. Namun, takdir berkata lain. Saya dinyatakan gagal masuk sekolah tinggi ikatan dinas tersebut, dan yang lebih mencengangkan, nilai IPS (Indeks Prestasi Semester) saya di semester empat tersebut merangkak naik mencapai batas maksimal, 4.00. Sebuah angka fantastis untuk perjalanan yang begitu terabaikan, menurut saya.

Sekarang, melihat nama telah dibubuhi gelar sarjana sosial (S.Sos), saya cuma bisa senyum-senyum sendiri mengingat berbagai pengalaman panjang yang telah kulalui di kampus hijau berperadaban di tanah Gowa bersejarah ini.

Memang, ini bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan begitu banyaknya orang di luar sana yang telah lama meraih apa yang telah kuraih ini bahkan mungkin lebih dari apa yang kuraih. Namun, satu hal yang tidak bisa dibandingkan. Proses. Tidak semua manusia meraih hasil dengan proses yang sama. Hampir sama mungkin ada. Tapi, persis sama saya rasa tidak mungkin.

Kembali ke pekan lalu. Masih tergambar jelas raut wajah kedua orang tua ketika saya akan memasuki ruang sidang. Saya tahu persis, mereka lebih was-was dibanding saya. Namun, ada saat yang tak kalah bahagianya ketika tahu saya sudah keluar dari ruang sidang membawa status lulus dengan nilai yang memuaskan. Mereka berdua menyambutnya dengan suka cita yang luar biasa. Mereka berdua kompak mengacungkan tangan memberi selamat kepada saya sambil berkata, “selamat, sarjana muda!”.

Tak sedetik pun raut wajah mereka lepas oleh senyuman pada hari itu. Saya pun tahu, dalam hati mereka ada rasa bangga yang luar biasa atas pengorbanan yang telah mereka berikan untuk saya. Kesabaran mereka terbayar lunas hari itu. Kelak, ketika perayaan wisuda digelar, insya Allah akan kulihat senyum yang lebih bahagia dari biasanya.

Berharap, kebahagiaan mereka tak berhenti sampai disini. Setelah ini, target-target hidup yang sudah kurencanakan semoga selalu memberikan kontribusi atas kebahagiaan mereka. Semoga, pencapaian-pencapaianku yang lebih berarti kedepannya bisa lebih membuat mereka bangga. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Please Smile...!!!

Segalanya akan indah jika kita menyadari bahwa tak ada di dunia ini yang sia-sia