Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Membaca dan Terima Kasih atas Kunjungannya

Kamis, 09 Agustus 2012

Serasa Bermimpi Menjelajah di Goa Mimpi

Sebelumnya gak pernah ada niat untuk menjelajahi sebuah Goa (Goa merujuk pada terowongan alami yang terbentuk ke dalam bukit atau gunung yang disebabkan oleh erosi air atau sebagainya). Karena tanpa masuk dan menjelajahinya saya sudah tau kayak apa isi dan bentuk dari Goa itu, meskipun hanya sekedar membayangkan dari pengetahuan-pengetahuan yang saya dapat atau foto-foto Goa yang pernah saya lihat. Tapi, kali ini
tiba-tiba hati saya tergerak dan memang sangat tertarik untuk menjelajahinya. Ya, secara tiba-tiba berarti tidak ada persiapan sama sekali. Meski hanya untuk mempersiapkan alas kaki yang pas dipakai untuk menjelajahi Goa saya pun tidak memikirkan sama sekali. Pokoknya “tiba masa tiba akal banget deh”.

Source: google.com
Mulut Goa Mimpi 
Namanya Goa Mimpi, letaknya berada di dalam lokasi permandian alam Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Tepatnya awal tahun 2012, bersama rekan-rekan crew radio tempat saya menyiar. Kebetulan waktu itu, kami baru saja mengadakan perekrutan crew baru dan di dalam lokasi permandian alam Bantimurung lah lokasi kami mengadakan gathering dan pastilah kami menginap disana. Kebetulan sekali waktu itu weekend jadi kami punya banyak waktu untuk jalan-jalan setelah semua kegiatan kami selesai. 
source: google.com
pemandangan sebelum memasuki area Bantimurung

source: google.com
Tampak bagian dalam permandian alam Bantimurung



Tepat di hari terakhir, kami memutuskan untuk berkeliling di sekitar air terjun Bantimurung sambil berfoto bersama. Tengah asyik berfoto, salah seorang senior mengajak kami untuk melihat-lihat Goa Mimpi. Kami yang semula berada di tengah-tengah lokasi permandian langsung berjalan menuju sisi kiri air terjun karena letak Goa Mimpi berada di sana. Begitu melihat papan nama Goa tersebut saya merasa tertarik untuk masuk kedalam. Dalam hati saya “gampangji ini, ndag susah ji”. Namun, saya tiba-tiba dikagetkan dengan pernyataan seorang teman yang memang berdomisili di Kabupaten Maros, otomatis dong dia lebih tahu keadaan disana.

“yakin ji kah mau masuk? Licin sekali itu di dalam”

Ketika tahu hal tersebut, niat saya langsung kendor.

“ndag jadi deh”. 

Pokoknya, saat itu saya sangat dilema (ngebayangin ada girlband Cherrybelle yang ng edance di belakang saya sambil nyanyi.. :D).

Teman yang lain malah semakin meyakinkan saya.

 “masuk mi, banyakji juga yang ikut. Adaji juga tour guidenya”.

Hmm…kalau saya mikir panjang, bisa-bisa saya ditinggalkan rombongan. Karena semakin dilema, akhirnya saya memutuskan untuk bertanya terlebih dahulu kepada salah seorang kakak senior cewek yang sebelumnya sudah pernah masuk ke dalam Goa.

“Kak, bagaimana di dalamkah? Extrem jalanannya? “

Dengan mantapnya, kakak senior itu langsung menjawab.

“Iya dek, extrem. Tapi coba saja dulu, insya Allah bisa ji itu. Licin memang tapi tidak semua ji. Yah hati-hati saja”

Akhirnya, tanpa piker panjang lagi. Saya pun memutuskan untuk tetap ikut masuk ke dalam Goa bersama teman-teman crew yang jumlahnya sekitar sepuluh orang. Meski hanya ada lima orang cewek termasuk saya yang ikut, kami sepertinya sudah cukup yakin.

Hilangkan segala keraguan, hapus dilemma mu, kobarkan semangat, persiapkan tenaga dan mari bersama langkahkan kaki menuju kegelapan. :D

Saya masih ingat, sebelum masuk ke dalam Goa, kami sempat membeli beberapa bungkus makanan khas Sulawesi Selatan yang terbuat dari beras ketan yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa, makanan tersebut biasa disebut Songkolo’. Songkolo’ dimakan bersama kelapa parut yang digoreng dengan tambahan bumbu lengkap dengan sambal yang cukup pedas menurut lidah saya. Ditambah lagi jika songkolo’ disantap dalam keadaan yang masih hangat-hangatnya. *lap iler dulu :D. Kebetulan waktu itu, kami hanya sempat sarapan dengan roti dan air panas secukupnya di pondokan sebelum melakukan perjalanan. Sehingga, kami merasa butuh tambahan energi.

Sementara asyik menyantap songkolo’, teman saya yang melihat sandal yang saya gunakan. Tampaknya ia kurang yakin jika sandal saya ini digunakan untuk masuk ke dalam Goa. Akhirnya ia menawarkan untuk menukarkan sendalnya dengan sandal saya karena memang tampaknya sandal yang ia gunakan memang cukup kuat, meski sedikit kebesaran. Kebetulan juga dia tidak ikut masuk kedalam Goa.

Selesai menyantap songkolo’, kami pun memulai perjalanan. Diawali dengan doa kami cukup mantap memulai perjalanan. Tanda tanya karena penasaran semakin membuat semangat saya berkobar.

Baru berjalan beberapa meter, saya sudah mengeluh.

“Mana ini mulut Goa nya? Kenapa belum pi di dapat-dapat? Tidak salah jalan ji kah ini?”

Tapi, tiba-tiba saya tersadar. Astaghfirullah, kan di depan ada tour guide. Hehe, kenapa saya jadi banyak ngomong gini ?.

Ternyata Goa yang akan kami jelajahi tersebut adalah Goa yang berada jauh di dalam hutan, sehingga kami perlu menempuh perjalanan beberapa meter terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam Goa. Begitu juga jika sudah akan keluar dari Goa, perlu berjalan beberapa meter dulu di dalam hutan.

Awalnya, rute perjalanan masih cukup menyenangkan, masih terasa ringan. Tetapi, setibanya kami di depan mulut Goa yang cukup gelap, saya cukup kaget. Saya baru lihat mulut Goa dengan mata kepala saya sendiri. Ternyata memang sangat gelap. Untung bapak-bapak tour guide sudah menyiapkan beberapa senter sebagai alat penerang. Senternya tidak gratis pemirsa, dibayar juga. Kalau tidak salah ingat harga senter perbuahnya sekitar dua puluh ribu rupiah.

Perjalanan yang akan kami tempuh sekitar delapan ratus meter. Baru sekitar dua meter berjalan memasuki Goa, rute perjalanan sudah mulai terasa extreme. Meski ada jalan khusus yang sengaja dipasang oleh pihak pengelola, tapi tetap saja kami harus tetap berhati-hati. Sebab, jalan khusus tersebut terbuat dari kayu papan yang di pasang melintang mirip jembatan lengkap dengan pegangan di sebelah kiri dan kanannya. Namun sayang, jalan tersebut hanya akan didapat di awal perjalanan, di pertengahan, jalan tersebut sudah mulai rusak. Bahkan, jika tidak hati-hati kita akan terpeleset karena permukaan papan sudah ditutupi lumpur bercampur dengan air. Belum lagi, papan yang sudah mulai keropos. Bahkan, ada papan yang sudah terlepas. Jadi, memang perlu penerangan yang cukup untuk berjalan. Salah seorang teman saya bahkan sempat terjatuh. Alhasil, celana penuh lumpur dan kakinya sedikit terluka.

source: google.com
Tampak jalan khusus yang disediakan pengelola.
Salah langkah sedikit, konsekuensinya bisa terpeleset dan jatuh

source: google.com
Tampak jalan khusus yang sudah mulai tak terawat.
Tampak juga lantai Goa yang terlihat sangat licin.

Di tengah-tengah perjalanan, sesekali tour guide berhenti dan mengarahkan senternya kea rah-arah  langit-langit ataupun dinding gua tertentu untuk memperlihatkan kami berbagai bentuk-bentuk stalaktit dan stalakmit (stalakmit merupakan kerucut karang kapur yang muncul dari bawah. Stalakmit pasangan dari stalaktit, yang tumbuh di lantai gua karena hasil tetesan air dari atas langit-langit gua. Sedangkan stalaktit jenis speleothem (mineral sekunder) yang menggantung dari langit-langit gua kapur) Goa yang sangat cantik. Ada yang berbentuk bongkahan es krim, ada yang mirip patung pengantin, wajah anak bayi dan wajah kucing, ada juga yang berbentuk ceret air minum dan berbagai macam bentuk stalaktit lainnya yang memang sangat cantik. Bahkan ada juga beberapa stalaktit Goa yang jika dipukul akan mengeluarkan bunyi yang manggaung. Setiap melihat satu bentuk stalaktit danstalakmit Goa, dijamin perjalanan kita yang extreme seketika terlupakan. Di dalam goa juga terdapat sebuah sumur kecil. Dan seperti Goa pada umumnya, di dalam Goa Mimpi juga terdapat genangan-genangan air yang jatuh dari langit-langit Goa. Cantik sekali. Di dalam Goa juga saya sempat melewati dinding yang kedua sisinya saling terhimpit, sehingga kami harus memiringkan badan dan sedikit menunduk untuk bisa melewatinya.

source: google.com
Jalan menanjak di kawasan hutan sebelum memasuki Goa Mimpi


source: google.com
Tampak stalaktit Goa yang menyerupai wajah bayi


source: google.com
Tampak stalakmit Goa yang menyerupai  kucing


source: google.com
Tampak stalakmit Goa yang menyerupai ceret minuman



source: google.com
Tampak suasana di dalam Goa


source: google.com
Tampak stalakmit Goa yang berbentuk bongkahan es krim

Saya juga sempat mendapat arahan dari bapak pemandu (tour guide) tentang alasan dinamakannya Goa ini sebagai Goa Mimpi. Ternyata, Goa ini ditemukan oleh penemunya melalui mimpi.

Yang paling mendebarkan menurut saya ketika berada di dalam Goa yaitu ketika saya berjalan di genangan air yang dasar lantainya cukup licin. Belum lagi disekitarnya tidak terdapat jalan khusus ataupun semacam pegangan. Sehingga, saya harus pintar-pintar menyeimbangkan badan agar tidak terjatuh di dalam genangan air.

Setelah semakin jauh berjalan, tidak terasa genangan air pun saya lewati. Sambil sesekali berteriak memanggil teman-teman yang sudah berjalan jauh di depan. Tapi, jangan senang dulu. Ternyata terlepas dari genangan air, jalan yang super duper licin sudah menanti kami di depan. Tanahnya seperti terbuat dari tanah liat yang bercampur dengan air. Coba bayangkan !. Untungnya, ada seorang teman yang bersedia membantu memegang saya menelusuri jalan yang licin tersebut. Dia cukup lihai menahan tubuh saya agar kami tidak terjatuh. Tapi, apa boleh buat, begitu kami sudah hampir mendapati pintu keluar dari Goa, tiba-tiba saya terpeleset dan akhirnya jatuh. Huahhh…celana hingga jaket semuanya terkena lumpur.

source: dok.pribadi
Ini dia teman saya yang sudah bersedia membantu saya melewati jalan yang sangat licin.
Meski akhirnya jatuh juga :D
Thanks yah Syatria...
Hmm…lupakan saja dulu jaket dan celana yang kotor, karena selanjutnya jalan yang lebih extreme akan segera menanti. Meski jalan tersebut adalah jalan terakhir untuk keluar dari Goa. Butuh keahlian memanjat untuk melewati pintu keluar. Jalannya cukup tebing dan agak memutar.

source: google.com
Ini dia jalan keluar Goa yang sangat tebing

Setelah keluar dari Goa, kami pun berfoto bersama tour guide. Seakan merayakan sebuah kemenangan setelah melewati ujian. :D. Sambil beristirahat sejenak kami juga membayar upah tour guide yang sudah setia menuntun kami menuju jalan yang lurus. Ternyata, upah tour guide disana tidak di targetkan. Seikhlas pengunjung  saja. Ya, sebagai pengunjung tahu sendiri lah berapa upah yang sesuai untuk mereka.

source: dok.pribadi
Foto bersama setelah keluar dari Goa
(depan:tour guide)


Oke, saatnya kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju pondokan tempat kami menginap, dan bagi teman-teman yang ingin kembali masuk di area permandian alam Bantimurung, silahkan melapor terlebih dahulu ke petugas yang ada disana. Perjalanan pulang pun tidak semudah perjalanan awal memasuki hutan. Lebih sulit dan cukup extreme. Jalanan terjal dengan batu-batu kecil yang runcing. Karena tidak yakin menggunakan sandal yang sudah penuh lumpur, saya pun akhirnya berjalan tanpa menggunakan sandal.

Jalan penurunan yang cukup terjal yang harus saya lewati pun membuat semangat saya semain surut. Belum lagi, rasa lapar yang sudah semakin mengganggu pikiran saya untuk segera tiba di rumah pondokan. Energi pun rasanya sudah tidak ada lagi. Dengan terpaksa, saya hanya bisa melewati perjalanan dengan sesekali duduk dan menyeretkan tubuh untuk turun ke bawah, sambil dibantu oleh teman-teman yang nampaknya masih cukup kuat. Lucunya, sandal yang sudah tidak sanggup saya jinjing harus saya lempar ke bawah.

“sedikit lagi Anthy. Ayo mi lanjut” Teman saya kembali meyakinkan.

“Iya, ayo’ mi.” Sambil mengumpulkan sedikit energy yang mungkin masih tersisa sedikit.

Tidak terasa, jalan datar sudah nampak di pelupuk mata kami. Jalan aspal, rumah penduduk dan bangunan sekolah yang kami lihat sepertinya menjadi kekuatan baru bagi kami untuk segera turun. Namun, tiba-tiba saya dikagettkan dengan teriakan lantang seorang teman perempuan saya. Ternyata, dia melihat beberapa ekor ulat, entah itu ulat jenis apa. Bentuknya cukup besar, sebesar jari tengah orang dewasa dan berwarna orange bercampur hitam. Untungnya, saya tidak terlalu paranoid dengan serangga tersebut.

Dan akhirnya, kami sudah sampai di bawah dan segera berlari menuju teman-teman yang sudah lama menunggu kami di jalan aspal bersama bapak-bapak pemandu. Kami melanjutkan perjalanan ke pondokan yang jaraknya kurang lebih tinggal sepuluh meter lagi. Kami juga menjumpai beberapa rombongan lain yang juga kami temui ketika berada di dalam Goa. 


“Alahamdulillah, sampai juga akhirnya”

Sambil menyapa teman-teman yang sudah duduk santai di teras pondokan sambil menyantap makan siangnya. Apaa?? Sudah siang ternyata. Saya ternyata lupa menghitung berapa waktu yang kami butuhkan di dalam Goa. Intinya, cukup lama. Karena seingat saya, kami berangkat pagi dan tiba siang hari.

Setiba di pondokan saya bergegas mandi dan menyiapkan barang untuk kembali ke Makassar. Sambil menunggu bus kampus yang akan membawa kami pulang, saya langsung saja menyantap jatah makan siang saya dengan lahapnya. Makan siang saya terasa semakin nikmat karena saya menyantap makanan tepat di belakang pondokan yang letaknya sangat dekat dengan aliran sungai yang berasal dari air terjun di permandian alam Bantimurung.

Dan sekarang, saatnya kembali ke Makassar. Maros sudah memberikan saya sebuah pengalaman berharga yang tak ternilai harganya. Meski teman-teman bilang, perjalanan di dalam Goa Mimpi belum seberapa jika dibandingkan dengan Goa-Goa lainnya. Sedikit tertantang dengan kata-kata teman. Semoga di lain kesempatan saya masih bisa mengunjungi Goa-Goa lain yang ada Sulawesi Selatan. Di pikiran saya saat ini, Goa Leang-Leang yang juga terdapat di Kabupaten Maros yang terkenal sebagai Goa yang memiliki karst terbesar di bagian Indonesia Timur itu bisa menjadi tujuan perjalanan saya selanjutnya.

6 komentar:

Unknown mengatakan... Reply Comment

actually, saya belum sempat kesini... namun sekedar info tambahan, di maros ada banyak sekali Goa namun kurang terpublikasi, beberapa saya sudah kunjungi. Di Dusun balang ajia (di balik gunung) sekitar 20 menit setelah bantimurung (dari arah mks) terdapat Goa yang dari dalam keluar sungai yang airnya jernih namun yang tau paling penduduk sekitar dan rekan2 pencinta alam.

chiyeko adachi mengatakan... Reply Comment

tripmu kurang lengkap karena tak menyertakan diriku hhhha .....

Rahmat mengatakan... Reply Comment

Wah, rasanya jadi pengen ke sana juga sistah..hehehe..Nice post :D

Nurjayanti Anthy mengatakan... Reply Comment

@Chaerul Anwar: kapan2 klo ke Bantimurung boleh di coba kak. Sy jg sempat dengar sih ttg banyaknya Goa yg ada di Maros, itupun hanya dari cerita Bapak yg mmg pernah sempat bertugas disana.

Nurjayanti Anthy mengatakan... Reply Comment

@chiyeko adachi: krn dirimu yg tidak ikut serta bersama rombongan say :( Kapan2 qt jalan bareng WALI. Haha *lagi ngebayangin Ita dan Wiwi*

Nurjayanti Anthy mengatakan... Reply Comment

@Rahmat Syam: nah, kapan2 boleh kita jalan bareng teman2 Exact, sekalian reunian dalam Goa...haha

Posting Komentar

 

Please Smile...!!!

Segalanya akan indah jika kita menyadari bahwa tak ada di dunia ini yang sia-sia