tiba-tiba hati saya tergerak dan memang sangat tertarik untuk menjelajahinya. Ya, secara tiba-tiba berarti tidak ada persiapan sama sekali. Meski hanya untuk mempersiapkan alas kaki yang pas dipakai untuk menjelajahi Goa saya pun tidak memikirkan sama sekali. Pokoknya “tiba masa tiba akal banget deh”.
Namanya
Goa Mimpi, letaknya berada di dalam lokasi permandian alam Bantimurung,
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Tepatnya awal tahun 2012, bersama
rekan-rekan crew radio tempat saya menyiar. Kebetulan waktu itu, kami baru saja
mengadakan perekrutan crew baru dan di dalam lokasi permandian alam Bantimurung
lah lokasi kami mengadakan gathering dan pastilah kami menginap disana. Kebetulan
sekali waktu itu weekend jadi kami
punya banyak waktu untuk jalan-jalan setelah semua kegiatan kami selesai.
source: google.com pemandangan sebelum memasuki area Bantimurung |
source: google.com Tampak bagian dalam permandian alam Bantimurung |
Tepat
di hari terakhir, kami memutuskan untuk berkeliling di sekitar air terjun
Bantimurung sambil berfoto bersama. Tengah asyik berfoto, salah seorang senior
mengajak kami untuk melihat-lihat Goa Mimpi. Kami yang semula berada di
tengah-tengah lokasi permandian langsung berjalan menuju sisi kiri air terjun
karena letak Goa Mimpi berada di sana. Begitu melihat papan nama Goa tersebut
saya merasa tertarik untuk masuk kedalam. Dalam hati saya “gampangji ini, ndag
susah ji”. Namun, saya tiba-tiba dikagetkan dengan pernyataan seorang teman
yang memang berdomisili di Kabupaten Maros, otomatis dong dia lebih tahu
keadaan disana.
“yakin
ji kah mau masuk? Licin sekali itu di dalam”
Ketika
tahu hal tersebut, niat saya langsung kendor.
“ndag
jadi deh”.
Pokoknya,
saat itu saya sangat dilema (ngebayangin ada girlband Cherrybelle yang ng
edance di belakang saya sambil nyanyi.. :D).
Teman
yang lain malah semakin meyakinkan saya.
“masuk mi, banyakji juga yang ikut. Adaji juga
tour guidenya”.
Hmm…kalau
saya mikir panjang, bisa-bisa saya ditinggalkan rombongan. Karena semakin dilema,
akhirnya saya memutuskan untuk bertanya terlebih dahulu kepada salah seorang kakak
senior cewek yang sebelumnya sudah pernah masuk ke dalam Goa.
“Kak,
bagaimana di dalamkah? Extrem jalanannya? “
Dengan
mantapnya, kakak senior itu langsung menjawab.
“Iya
dek, extrem. Tapi coba saja dulu, insya Allah bisa ji itu. Licin memang tapi
tidak semua ji. Yah hati-hati saja”
Akhirnya,
tanpa piker panjang lagi. Saya pun memutuskan untuk tetap ikut masuk ke dalam
Goa bersama teman-teman crew yang jumlahnya sekitar sepuluh orang. Meski hanya ada lima orang cewek termasuk saya yang ikut, kami sepertinya sudah cukup yakin.
Hilangkan
segala keraguan, hapus dilemma mu, kobarkan semangat, persiapkan tenaga dan
mari bersama langkahkan kaki menuju kegelapan. :D
Saya
masih ingat, sebelum masuk ke dalam Goa, kami sempat membeli beberapa bungkus
makanan khas Sulawesi Selatan yang terbuat dari beras ketan yang dimasak dengan
menggunakan santan kelapa, makanan tersebut biasa disebut Songkolo’. Songkolo’
dimakan bersama kelapa parut yang digoreng dengan tambahan bumbu lengkap dengan
sambal yang cukup pedas menurut lidah saya. Ditambah lagi jika songkolo’
disantap dalam keadaan yang masih hangat-hangatnya. *lap iler dulu :D.
Kebetulan waktu itu, kami hanya sempat sarapan dengan roti dan air panas
secukupnya di pondokan sebelum melakukan perjalanan. Sehingga, kami merasa
butuh tambahan energi.
Sementara
asyik menyantap songkolo’, teman saya yang melihat sandal yang saya gunakan.
Tampaknya ia kurang yakin jika sandal saya ini digunakan untuk masuk ke dalam
Goa. Akhirnya ia menawarkan untuk menukarkan sendalnya dengan sandal saya
karena memang tampaknya sandal yang ia gunakan memang cukup kuat, meski sedikit
kebesaran. Kebetulan juga dia tidak ikut masuk kedalam Goa.
Selesai
menyantap songkolo’, kami pun memulai perjalanan. Diawali dengan doa kami cukup
mantap memulai perjalanan. Tanda tanya karena penasaran semakin membuat
semangat saya berkobar.
Baru
berjalan beberapa meter, saya sudah mengeluh.
“Mana
ini mulut Goa nya? Kenapa belum pi di dapat-dapat? Tidak salah jalan ji kah
ini?”
Tapi,
tiba-tiba saya tersadar. Astaghfirullah, kan di depan ada tour guide. Hehe,
kenapa saya jadi banyak ngomong gini ?.
Ternyata
Goa yang akan kami jelajahi tersebut adalah Goa yang berada jauh di dalam
hutan, sehingga kami perlu menempuh perjalanan beberapa meter terlebih dahulu
sebelum masuk ke dalam Goa. Begitu juga jika sudah akan keluar dari Goa, perlu
berjalan beberapa meter dulu di dalam hutan.
Awalnya,
rute perjalanan masih cukup menyenangkan, masih terasa ringan. Tetapi,
setibanya kami di depan mulut Goa yang cukup gelap, saya cukup kaget. Saya baru
lihat mulut Goa dengan mata kepala saya sendiri. Ternyata memang sangat gelap.
Untung bapak-bapak tour guide sudah menyiapkan beberapa senter sebagai alat
penerang. Senternya tidak gratis pemirsa, dibayar juga. Kalau tidak salah ingat
harga senter perbuahnya sekitar dua puluh ribu rupiah.
Perjalanan
yang akan kami tempuh sekitar delapan ratus meter. Baru sekitar dua meter
berjalan memasuki Goa, rute perjalanan sudah mulai terasa extreme. Meski ada
jalan khusus yang sengaja dipasang oleh pihak pengelola, tapi tetap saja kami
harus tetap berhati-hati. Sebab, jalan khusus tersebut terbuat dari kayu papan
yang di pasang melintang mirip jembatan lengkap dengan pegangan di sebelah kiri
dan kanannya. Namun sayang, jalan tersebut hanya akan didapat di awal
perjalanan, di pertengahan, jalan tersebut sudah mulai rusak. Bahkan, jika
tidak hati-hati kita akan terpeleset karena permukaan papan sudah ditutupi
lumpur bercampur dengan air. Belum lagi, papan yang sudah mulai keropos. Bahkan,
ada papan yang sudah terlepas. Jadi, memang perlu penerangan yang cukup untuk
berjalan. Salah seorang teman saya bahkan sempat terjatuh. Alhasil, celana
penuh lumpur dan kakinya sedikit terluka.
source: google.com Tampak jalan khusus yang disediakan pengelola. Salah langkah sedikit, konsekuensinya bisa terpeleset dan jatuh |
source: google.com Tampak jalan khusus yang sudah mulai tak terawat. Tampak juga lantai Goa yang terlihat sangat licin. |
Di
tengah-tengah perjalanan, sesekali tour guide berhenti dan mengarahkan
senternya kea rah-arah langit-langit
ataupun dinding gua tertentu untuk memperlihatkan kami berbagai bentuk-bentuk
stalaktit dan stalakmit (stalakmit merupakan kerucut
karang kapur yang muncul dari bawah. Stalakmit pasangan dari stalaktit,
yang tumbuh di lantai gua karena hasil tetesan air dari atas langit-langit gua. Sedangkan stalaktit jenis speleothem (mineral sekunder) yang menggantung dari langit-langit gua kapur) Goa yang sangat cantik. Ada yang berbentuk bongkahan es
krim, ada yang mirip patung pengantin, wajah anak bayi dan wajah kucing, ada
juga yang berbentuk ceret air minum dan berbagai macam bentuk stalaktit lainnya
yang memang sangat cantik. Bahkan ada juga beberapa stalaktit Goa yang jika
dipukul akan mengeluarkan bunyi yang manggaung. Setiap melihat satu bentuk
stalaktit danstalakmit Goa, dijamin perjalanan kita yang extreme seketika
terlupakan. Di dalam goa juga terdapat sebuah sumur kecil. Dan seperti Goa pada
umumnya, di dalam Goa Mimpi juga terdapat genangan-genangan air yang jatuh dari
langit-langit Goa. Cantik sekali. Di dalam Goa juga saya sempat melewati
dinding yang kedua sisinya saling terhimpit, sehingga kami harus memiringkan
badan dan sedikit menunduk untuk bisa melewatinya.
source: google.com Jalan menanjak di kawasan hutan sebelum memasuki Goa Mimpi |
source: google.com Tampak stalaktit Goa yang menyerupai wajah bayi |
source: google.com Tampak stalakmit Goa yang menyerupai kucing |
source: google.com Tampak stalakmit Goa yang menyerupai ceret minuman |
source: google.com Tampak suasana di dalam Goa |
source: google.com Tampak stalakmit Goa yang berbentuk bongkahan es krim |
Saya
juga sempat mendapat arahan dari bapak pemandu (tour guide) tentang alasan
dinamakannya Goa ini sebagai Goa Mimpi. Ternyata, Goa ini ditemukan oleh
penemunya melalui mimpi.
Yang
paling mendebarkan menurut saya ketika berada di dalam Goa yaitu ketika saya
berjalan di genangan air yang dasar lantainya cukup licin. Belum lagi
disekitarnya tidak terdapat jalan khusus ataupun semacam pegangan. Sehingga,
saya harus pintar-pintar menyeimbangkan badan agar tidak terjatuh di dalam
genangan air.
Setelah
semakin jauh berjalan, tidak terasa genangan air pun saya lewati. Sambil sesekali
berteriak memanggil teman-teman yang sudah berjalan jauh di depan. Tapi, jangan
senang dulu. Ternyata terlepas dari genangan air, jalan yang super duper licin
sudah menanti kami di depan. Tanahnya seperti terbuat dari tanah liat yang
bercampur dengan air. Coba bayangkan !. Untungnya, ada seorang teman yang
bersedia membantu memegang saya menelusuri jalan yang licin tersebut. Dia cukup
lihai menahan tubuh saya agar kami tidak terjatuh. Tapi, apa boleh buat, begitu
kami sudah hampir mendapati pintu keluar dari Goa, tiba-tiba saya terpeleset
dan akhirnya jatuh. Huahhh…celana hingga jaket semuanya terkena lumpur.
source: dok.pribadi Ini dia teman saya yang sudah bersedia membantu saya melewati jalan yang sangat licin. Meski akhirnya jatuh juga :D Thanks yah Syatria... |
Hmm…lupakan
saja dulu jaket dan celana yang kotor, karena selanjutnya jalan yang lebih extreme
akan segera menanti. Meski jalan tersebut adalah jalan terakhir untuk keluar
dari Goa. Butuh keahlian memanjat untuk melewati pintu keluar. Jalannya cukup
tebing dan agak memutar.
source: google.com Ini dia jalan keluar Goa yang sangat tebing |
Setelah
keluar dari Goa, kami pun berfoto bersama tour guide. Seakan merayakan sebuah
kemenangan setelah melewati ujian. :D. Sambil beristirahat sejenak kami juga
membayar upah tour guide yang sudah setia menuntun kami menuju jalan yang
lurus. Ternyata, upah tour guide disana tidak di targetkan. Seikhlas
pengunjung saja. Ya, sebagai pengunjung
tahu sendiri lah berapa upah yang sesuai untuk mereka.
source: dok.pribadi Foto bersama setelah keluar dari Goa (depan:tour guide) |
Oke,
saatnya kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju pondokan tempat kami
menginap, dan bagi teman-teman yang ingin kembali masuk di area permandian alam
Bantimurung, silahkan melapor terlebih dahulu ke petugas yang ada disana.
Perjalanan pulang pun tidak semudah perjalanan awal memasuki hutan. Lebih sulit
dan cukup extreme. Jalanan terjal dengan batu-batu kecil yang runcing. Karena
tidak yakin menggunakan sandal yang sudah penuh lumpur, saya pun akhirnya
berjalan tanpa menggunakan sandal.
Jalan
penurunan yang cukup terjal yang harus saya lewati pun membuat semangat saya
semain surut. Belum lagi, rasa lapar yang sudah semakin mengganggu pikiran saya
untuk segera tiba di rumah pondokan. Energi pun rasanya sudah tidak ada lagi.
Dengan terpaksa, saya hanya bisa melewati perjalanan dengan sesekali duduk dan
menyeretkan tubuh untuk turun ke bawah, sambil dibantu oleh teman-teman yang
nampaknya masih cukup kuat. Lucunya, sandal yang sudah tidak sanggup saya
jinjing harus saya lempar ke bawah.
“sedikit
lagi Anthy. Ayo mi lanjut” Teman saya kembali meyakinkan.
“Iya,
ayo’ mi.” Sambil mengumpulkan sedikit energy yang mungkin masih tersisa
sedikit.
Tidak
terasa, jalan datar sudah nampak di pelupuk mata kami. Jalan aspal, rumah
penduduk dan bangunan sekolah yang kami lihat sepertinya menjadi kekuatan baru
bagi kami untuk segera turun. Namun, tiba-tiba saya dikagettkan dengan teriakan
lantang seorang teman perempuan saya. Ternyata, dia melihat beberapa ekor ulat,
entah itu ulat jenis apa. Bentuknya cukup besar, sebesar jari tengah orang
dewasa dan berwarna orange bercampur hitam. Untungnya, saya tidak terlalu
paranoid dengan serangga tersebut.
Dan
akhirnya, kami sudah sampai di bawah dan segera berlari menuju teman-teman yang
sudah lama menunggu kami di jalan aspal bersama bapak-bapak pemandu. Kami
melanjutkan perjalanan ke pondokan yang jaraknya kurang lebih tinggal sepuluh
meter lagi. Kami juga menjumpai beberapa rombongan lain yang juga kami temui
ketika berada di dalam Goa.
“Alahamdulillah,
sampai juga akhirnya”
Sambil
menyapa teman-teman yang sudah duduk santai di teras pondokan sambil menyantap
makan siangnya. Apaa?? Sudah siang ternyata. Saya ternyata lupa menghitung
berapa waktu yang kami butuhkan di dalam Goa. Intinya, cukup lama. Karena
seingat saya, kami berangkat pagi dan tiba siang hari.
Setiba
di pondokan saya bergegas mandi dan menyiapkan barang untuk kembali ke Makassar.
Sambil menunggu bus kampus yang akan membawa kami pulang, saya langsung saja
menyantap jatah makan siang saya dengan lahapnya. Makan siang saya terasa
semakin nikmat karena saya menyantap makanan tepat di belakang pondokan yang letaknya
sangat dekat dengan aliran sungai yang berasal dari air terjun di permandian
alam Bantimurung.
Dan
sekarang, saatnya kembali ke Makassar. Maros sudah memberikan saya sebuah
pengalaman berharga yang tak ternilai harganya. Meski teman-teman bilang,
perjalanan di dalam Goa Mimpi belum seberapa jika dibandingkan dengan Goa-Goa
lainnya. Sedikit tertantang dengan kata-kata teman. Semoga di lain kesempatan
saya masih bisa mengunjungi Goa-Goa lain yang ada Sulawesi Selatan. Di pikiran
saya saat ini, Goa Leang-Leang yang juga terdapat di Kabupaten Maros yang
terkenal sebagai Goa yang memiliki karst terbesar di bagian Indonesia Timur
itu bisa menjadi tujuan perjalanan saya selanjutnya.
6 komentar:
actually, saya belum sempat kesini... namun sekedar info tambahan, di maros ada banyak sekali Goa namun kurang terpublikasi, beberapa saya sudah kunjungi. Di Dusun balang ajia (di balik gunung) sekitar 20 menit setelah bantimurung (dari arah mks) terdapat Goa yang dari dalam keluar sungai yang airnya jernih namun yang tau paling penduduk sekitar dan rekan2 pencinta alam.
tripmu kurang lengkap karena tak menyertakan diriku hhhha .....
Wah, rasanya jadi pengen ke sana juga sistah..hehehe..Nice post :D
@Chaerul Anwar: kapan2 klo ke Bantimurung boleh di coba kak. Sy jg sempat dengar sih ttg banyaknya Goa yg ada di Maros, itupun hanya dari cerita Bapak yg mmg pernah sempat bertugas disana.
@chiyeko adachi: krn dirimu yg tidak ikut serta bersama rombongan say :( Kapan2 qt jalan bareng WALI. Haha *lagi ngebayangin Ita dan Wiwi*
@Rahmat Syam: nah, kapan2 boleh kita jalan bareng teman2 Exact, sekalian reunian dalam Goa...haha
Posting Komentar